Sekitar 2 minggu yang lalu saya ditawari untuk mengikuti diklat perancang pelatihan oleh salah satu kepala seksi di tempat saya bekerja. Diklat itu diadakan oleh Menko Kesra selama 9 hari di Wisma Hijau. Mengingat pelatihan yang tidak sebentar, saya pun meminta waktu untuk memutuskan apakah saya akan mengikuti atau tidak. Berbagai pikiran silih berganti di benak saya, sungguh sebagai seorang mama saya teringat pada komitmen saya dahulu terhadap anak saya..ya, sebuah komitmen untuk selalu menemaninya setelah semua yang telah kami lewati bersama (namun saya berpikir, mungkin dengan adanya pelatihan ini akan membuat kami sama2 "belajar" bahwa suatu saat akan ada kejadian yang akan memisahkan kami baik yang bersifat sementara ataupun permanen nantinya). Sebuah proses yang terbilang panjang, sejak ia masih di angan2, di dalam kandungan, dan perjuangannya setelah itu. Bagi orang yang tidak mengetahui apa yang kami alami mungkin apa yang saya utrakan terkesan berlebihan.
Kembali pada persoalan diklat menko kesra, sepulang dari kantor saya pun menceritakan hal tersebut kepada suami saya, karena saya bimbang meninggalkan anak dalam waktu yang sangat lama di satu sisi, namun di sisi lain saya berpikir diklat itu akan memberikan saya sebuah pengalaman baru atau mungkin membawa saya kepada hal-hal positif lain. Usai saya menceritakan, suami saya bilang " ma, bapak hari sabtu mau transfusi dan ibu sedang tidak ada mama ngga usah ikut pelatihan dulu ya" . Sungguh dalam hati sebenarnya saya agak kecewa, dan saya tetap membujuknya untuk mengizinkan saya pelatihan, hingga akhirnya ia pun berkata " ya sudah terserah mama kalu mau ikut ya ikut" mendengar jawaban itu saya separuh lega dan saya berharap suami dan adik2nya dapat mengurus bapak. Beruntung suami saya termasuk orang yang membebaskan saya melakukan apapun selama itu positif, sehingga saya selalu berpegang jika suami mengizinkan insyaallah apapun yang saya kerjakan dapat saya lalui.
Akhirnya saya pun menyetujui untuk ikut pelatihan itu. Tetapi di hari saya di konfirmasi saya berpikir benarkah keputusan yang saya ambil, benarkah suami saya iklas mengizinkan saya mengikuti pelatihan... Akhirnya dengan berat hati malamnya saya hubungi panitia pelatihan, menginformasikan keputusan final saya dan mengemukakan alasannya. Alhamdulillah panitia tidak keberatan. Saya pun menghibur diri bahwa masih banyak kesempatan lain yang akan datang.
Hal yang tidak terduga terjadi di hari Jumat malam di akhir bulan Juni 2013, sesampainya saya di rumah dari pulang kantor Bapak menelpon bahwa ia harus masuk rumah sakit malam itu juga. Saya pun segera menghubungi suami saya. Hape pertama tidak bisa dihubungi, begitu juga dengan hape kedua dan nomor kantornya. Adik ipar saya dan suaminya juga belum pulang. Akhrnya saya memutuskan saya yang akan mengantar bapak ke rumah sakit. Dengan mengendarai sepeda motor saya menjemput bapak di rumahnya. Saya melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 9 malam, kemudian kami pun langsung berangka ke RS Islam Pondok Kopi Jakarta. Sesampainya di sana saya segera mengurus keperluan administrasi Bapak. Selesai mengurus administrasi saya mengantar bapak ke ruang perawatan. Sempat kaget juga melihat bapak diinfus dan dipasang oksigen, saya pikir hanya akan transfusi saja esok hari. Malam semakin larut, waktu menunjukkan sudah lewat tengah malam, saya urung pulang ke rumah merasakan penatnya badan ini. Akhirnya saya yang menjaga bapak di malam itu. Pagi harinya saya bergegas mengajukan rujukan ke bagian laboratorium untuk ke PMI karena di sana stok dengan golongan darah bapak habis. Menunggu suami dan adik ipar yang belum datang juga akhirnya saya putuskan saya ambil sendiri darah di PMI mengingat waktu masih menunjukkan pukul 7. 30. Tiba di PMI saya segera ke loket, dalam waktu yang tidak terlalu lama darah pun tersedia. Tiga kantong darah saya lihat siap saya bawa kembali ke RS Islam Pondok Kopi Jakarta. Singkat cerita urusan persediaan darah bapak beres dan proses transfusi berjalan lancar. Hari selasa malam, bapak diizinkan pulang dan saya pun mengurus administrasinya. FYI : ternyata menggunakan ASKES cukup membantu, sekitar 40% tagihan rumah sakit ditanggung ASKES dan kami hanya menanggung sisanya. Berikut persyaratan yang harus dilengkapi di RS jika melakukan administrasi dengan ASKES :
1. Fotocopy Kartu ASKES
2. Fotocopy KTP
3. Fotocopy surat rujukan dari puskesmas/IGD/dokter pribadi
4. .........(saya lupa hehehe nanti saya isi kalau sudah ingat)
Begitu banyak hikmah yang dapat saya ambil dari kejadian ini, dan saya merasa tidak menyesal karena tidak mengikuti pelatihan menko kesra..karena saya yakin Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik... Amiin
Btw ini link yang mungkin diperlukan :
1. RS Islam Pondok Kopi Jakarta : www.rsijpondokkopi.co.id/
2. PMI : www.pmi.or.id/ina/publication/?act=detail&p_id=370
Komentar
Posting Komentar